Penggunaan energi fosil (minyak dan gas) yang kian bertambah berbanding lurus dengan ancaman pemanasan global. Persoalan lingkungan itulah yang menjadi fokus perhatian LDII. Untuk itu, LDII mengingatkan pemerintah untuk menjalankan Paris Agreement (Kesepakatan Paris). Konferensi ini lahir dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB ke-21, yang di adakan pada 30 November - 12 Desember 2015.
LDII perlu mengingatkan pemerintah, karena pada 31 Oktober 2016, Indonesia berkomitmen terhadap Paris Agreement dan meratifikasinya untuk membuat UU No. 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim). Ratifikasi ini mengharuskan Indonesia menggunakan energi terbarukan, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dengan demikian pada 2025 Indonesia harus mencapai 23% dari seluruh pemakaian energi, dan sekarang masih 7%. Jika Indonesia telah berkomitmen bisa mencapai angka 23%, maka artinya kita harus menaikkan hingga 2% per tahun. Bila tidak terwujud sampai 23%, maka Presiden terpilih pada 2024 tentu akan menanggung beban dari kegagalan pemimpin sebelumnya, tentu ini tidak adil.
Lalu bagaimana solusinya? LDII mengajak semua elemen bangsa, bahwa masalah energi adalah masalah pemerintah, ormas sebagai pencerminan masyarakat, lembaga pendidikan, dan media. LDII meminta Pemerintah juga harus melihat energi sebagai kebutuhan pokok berdampingan dengan sandang, pangan dan papan. Konsep ini mengingatkan pemerintah tanpa energi kehidupan bisa mati. Dengan melimpahnya sinar matahari dan air, tim praktisi energi terbarukan, Horisworo, yang juga warga LDII berhasil memanfaatkan aliran sungai menjadi pembangkit listrik mikrohidro, yang mampu menghasilkan listrik sebesar 250 kw. Listrik itu dipergunakan untuk keperluan pengolahan teh di pabrik teh Jamus, Ngawi, Jawa Timur. Dari penggunaan listrik mikrohidro itu, pabrik teh jamus mampu menghemat hingga 50% biaya produksi. Listrik tersebut juga digunakan untuk menerangi jalan pedesaan di sekiar pabrik teh.
Sementara di Pondok Pesantrn Wali Barokah, Kediri, Horisworo mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan memasang panel surya seluas 41 meter x 40 meter di atas Gedung Wali Barokah. PLTS berpotensi menghasilkan listrik 521 kw. Inovasi LDII membangun mikrohidro dan PLTS mendapat penghargaan dari Presiden Ir. H. Joko Widodo (Jokowi). Menurut Jokowi, LDII menjadi pionir. Sebelum pesantren lain menggunakan tenaga surya, LDII telah mendahuluinya.
Gambar PLTS Ponpes Wali Barokah LDII
Gambar PLTS Ponpes Wali Barokah LDII
LDII dalam Rakernas 2018 yang lalu juga merekomendasikan bahwa energi adalah sangat prinsip dalam kehidupan masa depan manusia, selain pangan dan air, maka diusulkan agar kebutuhan energi dimasukan dalam "SEMBAKO" (Sembilan Bahan Pokok) menjadi "SEPBAKO" (Sepulub Bahan Pokok), bahkan diperlukan "BULOG ENERGI" agar Indonesia menjadi negara yang semakin besar, maju dan mandiri.
Komentar
Posting Komentar