Sejak Lemkari berdiri hingga menjadi LDII, para ulama LDII terus mengingatkan agar warga LDII tak melakukan praktek riba karena hukumnya haram. Selain itu, ekonomi ribawi terbukti menjadi biang krisis ekonomi dunia 1929-1939 dan 2009 hingga saat ini, yang ditandai dengan jatuhnya ekonomi Amerika Serikat, menyusul kemudian ekonomi Eropa dan menjalar hingga Asia.
Saat Indonesia didera krisis moneter pada tahun 1998, ulama LDII menasehatkan agar tiap-tiap Pimpinan Cabang PC dan Pimpinan Anak Cabang PAC LDII mendirikan usaha bersama (UB), sebuah gerakan ekonomi kerakyatan yang berbasis masjid, yang pada prakteknya mirip dengan koperasi. Bedanya dengan koperasi konvensional, transaksi dan kegiatan ekonominya UB adalah berdasarkan pada prinsip prinsip syariah. UB UB ini terus berkembang, yang mulanya sebatas toko kelontong/retail lalu bergerak dibidang perbengkelan, koperasi simpan pinjam syariah, sampai dengan menjalankan bisnis franchising dan berbagai bentuk usaha lainya. Dan sekarang sudah semakin berkembang dengan berdirinya UB mart di bidang retail dan sembako, UB Portofolio dibidang kemitraan dan pelaporan bisnis, UB properti dibidang jual beli dan sewa properti, serta UB Pay dibidang kemudahan akses pembayaran aneka tagihan.
Bersamaan dengan menggeliatnya gerakan ekonomi syariah, LDII menyadari permodalan merupakan bagian yang penting dalam berbisnis atau bagi mereka yang memulai usaha, maka LDII mulai membuka BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) dan Baitu Mal Wattamwill (BMT) yang merupakan lembaga keuangan mikro yang dikelola dengan prinsip syariah. BMT ini bermunculan di Tangerang, Boyolali, Karanganyar, Surabaya, Jakarta, Makasar, Balikpapan, Tarakan, dan berbagai wilayah lainya. Modalnya yang mulanya ratusan juta, tak sampai setahun sudah memiliki aset hingga milyaran rupiah.
Nasabah dari BMT ini tidak hanya warga LDII namun juga warga pada umumnya disekitar lokasi BMT tersebut, yang memanfaatkanya sebagai tempat menitipkan uang, pembiayaan baik untuk keperluan modal usaha maupun kepentingan mendesak lainya. Dengan prinsip syariah yang diterapkannya dan para pengelola yang amanah telah menjadikan kinerja lembaga keuangan syariah ini semakin berkembang dimana mana dengan angka kredit macet relatif kecil. Selain itu, pengucuran pembiayaan sangat mudah dan bagi hasilnya saling menguntungkan kedua belah pihak. BMT ini juga bekerja sama dengan Bank Syariah Muamalah untuk fasilitas ATM atau rekening virtual.
Sebagai langkah konkrit dalam membantu UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), LDII juga menyelenggarakan ASEAN Small & Medium Enterprise Partnership ( ASMEP), pada bulan Desember 2015, melalui kerja sama dengan Kemenkop & UMKM, Sekjen ASEAN, MUI, Kedutaan Besar RI di negara negara ASEAN & Kamar Dagang negara negara ASEAN (seperti KADIN di Indonesia) dan lain lain. Acara ini diselenggarakan dengan maksud untuk membangun paradigma bahwa dalam menjalankan usaha, UMKM tidak selalu harus berkompetisi, tapi juga dikembangkan prinsip partnership (kerjasama) yang saling menguntungkan diantara UMKM di negara negara ASEAN.
Acara ini telah menjembatani beberapa pengusaha kecil dan menengah dalam berkomunikasi B to B (Business to Business) dan telah menghasilkan pengembangan bisnis dan tukar menukar tenaga ahli untuk pelatihan sampai dengan sekarang, antara lain seperti;
? Terjalinnya kerja sama dengan memberikan pelatihan ternak ikan lele di Laos dan Malaysia.
? Eksport kepiting oleh warga LDII dari Malassar melalui Singapura.
? Pengusaha Laos datang ke Indonesia tahun 2016 bertemu dengan Himpunan Pengusaha LDII DKI Jakarta dan mensurvey sistem budi daya perikanan air di Subang.
? Dan lain lain.
Untuk mengimbangi semakin berkembangnya dunia ekonomi global dan untuk pengembangan berkelanjutan ekonomi syariah, LDII terus menggelar berbagai pelatihan ekonomi syariah. Targetnya, menjauhkan warga dari praktek riba dan mengembangkan ekonomi syariah, yang terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan bersama.
Baca juga : Harapan Pemindahan Ibu Kota Indonesia Dari Jakarta ke Pulau Kalimantan
Komentar
Posting Komentar